Pemanasan_Global


Bahaya Polusi Kendaraan
September 4, 2008, 1:38 pm
Filed under: ulah manusia

Jakarta selepas hujan diselimuti kabut. Terutama di sore hari. Terlihat dingin dan adem. Tapi jangan salah sangka. Itu bukan kabut alamiah. Kabut “buatan” yang berasal dari sisa pembakaran kendaraan bermotor anda.

Data Kompas menunjukkan sebesar 2-3 juta mobil berada di Kota Jakarta pada jam-jam kantor, dan sebesar 3-4 juta untuk motor. Jika separuh saja dari jumlah kendaraan bermotor tersebut menderu pada saat yang sama, berapa juta karbon monoksida (CO), nitrooksida (NOx), dan hidrokabon (HC) yang melayang-layang mencari mangsa di udara kota?

Ketiga jenis gas tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. CO adalah gas beracun yang apabila terhirup berlebihan bisa menyebabkan kematian mendadak. Masih ingat peristiwa Mobil Mercy Pak Kyai beberapa bulan lalu? Kebocoran pada pipa knalpot berujung maut. Sisa pembakaran yang mengandung CO segera mencabuit nyawa seisi penumpang, berikut supirnya.

NOx dan HC sama beracunnya. Keduanya merusak paru-paru sedikit demi sedikit. Anda tentu tidak inginkan paru-paru bocor setelah sekian lama beraktivitas di jalan raya. Gejala kabut di sore hari dan selepas hujan adalah fenomena kimiawi beracun di angkasa kota Anda. Penyebabnya adalah dua jenis gar beracun ini. Jika volume gas NOx dan HC sudah demikian berat menggelayut di angkasa, maka hujan asam akan terjadi pula di atas atmosfir.

Itu belum bicara soal ozon. Sebagai informasi saja, pemanasan bumi saat ini (global warming) sudah menjadi kampanye internasional para aktivis dan pemerintah yang punya perhatian terhadap kerusakan lapisan pengaman bumi ini. Lapisan ozon merupakan pelindung di atmosfir kita yang mencegah pemanasan bumi dan mengurangi dampak sinar matahari yang bisa membahayakan kesehatan. Jika pemanasan bumi terus meningkat, maka permukaan laut akan meningkat akibat melelehnya salju abadi di kutub-kutub bumi. Sementara sinar ultraviolet dari matahari yang tidak terfiletr dengan baik oleh ozon bisa menyebabkan berbagai penyakit. Antara lain berupa kanker kulit yang akut. Faktanya, lubang ozon saat ini semakin melebar, dan upaya mencegahnya belumlah secepat dan sebesar tindakan merusak oleh tangan manusia.

Bahaya akibat racun sisa pembakaran dan pemanasan global demikian memaksa otoritas transportasi untuk menerbitkan regulasi terkait dengan pembatasan polusi di dunia. Saat ini pembatasan telah dibuat dengan ketat oleh berbagai institusi. Paling getol dan terkenal adalah The Euro Emission Regulation, US EPA, dan juga di Jepang dan Asia umumnya dengan aturannya masing-masing.

Perbedaan penerapan standar pembatasan ambang polusi di berbagai negara mengacu ke salah satu standar yang sudah ada. Untuk kasus Indonesia, dipakai standar Euro. Mulai Euro I, lalu kemudian Euro II sejak 2004. Sementara di negara-negara Eropa sana, sudah dipakai standar Euro III ke atas. Beberapa kendaraan mewah seperti Sedan Hi-Class, sudah mengadopsi standar Euro V.

Bagi kita negara dengan seribu masalah, konsen mengenai polusi masih kecil sekali. Baru belakangan pihak pemerintah meregulasi standar polusi kendaraan bermotor. Namun dari yang banyak kita baca di media dan dengarkan dari para pemakai kendaraan, infrastruktur pendukung dan law inforcement masih sangat rendah. Ujung-ujungnya, aturan tidak jalan dan para penguna kendaraan bermotor cuek-bebek. Padahal masalah polusi pada akhirnya adalah masalah bersama. Jika bukan diri sendiri, ya keluarga anda!

Bagi seorang bikers, di ujung semua ini, adalah ancaman bagi kesehatan. Sebab bikers merupakan orang yang lama, kalau bukan yang terlama, menghirup gas beracun di jalan raya.

Waspadalah-waspadalah!!!



Terlepasnya Oksigen Dari Atmosfer Bumi
September 4, 2008, 1:27 pm
Filed under: penyebab 2

By ivie • Sep 2nd, 2008 at 5:38 pm • Category: Bumi


Oksigen yang lepas dari area kutub Bumi. Kredit : NASA/ESA

Oksigen secara konstan bocor keluar dari atmosfer Bumi dan masuk ke ruang angkasa. Berita tersebut datang dari Cluster satelit milik ESA yang juga mengkonfirmasikan kalau penyebab kebocoran oksigen tersebut justru berasal dari medan magnetik Bumi sendiri. Jadi medan magnetik Bumi mempercepat terlepasnya oksigen ke angkasa.

Data yang dihasilkan Cluster dari tahun 2001-2003 menunjukan selama tahun-tahun tersebut, cahaya bermuatan atom oksigen yang dikenal sebagai ion, keluar dari area kutub menuju angkasa. Cluster juga mengukur kekuatan dan arah medan magnetik Bumi saat cahaya itu ada disana. Hasil analisis data Cluster yang dilakukan oleh Hans Nilsson dari Swedish Institute of Space Physics menunjukan ion oksigen mengalami percepatan akibat perubahan arah medan magnet. Data dari Cluster berhasil memberi informasi kemiringan medan magnetik dan perubahan arahnya berdasarkan waktu.

Sebelum era penjelajahan angkasa, dipercahaya medan magnetik Bumi hanya diisi oleh partikel-partikel angin Matahari. Dan diperkirakan partikel-partikel ini membentuk kondisi yang melindungi Bumi dari interaksi langsung dengan angin Matahari.

Menurut Nilsson, saat ini mereka baru menyadari besarnya interaksi yang terjadi diantara angin Matahari dan atmosfer. Partikel energetik dari angin Matahari dapat diteruskan sepanjang medan magnetik. Dan bila terjadi tabrakan dengan atmosfer Bumi, terjadilah aurora. Biasanya fenomena ini terjadi di kutub bumi. Interaksi yang sama memberikan energi yang cukup pada ion oksigen untuk mengalami percepatan dan keluar dari atmosfer menuju ke area medan magnetik Bumi.

Data yang diperoleh Cluster didapat di atas kutub Bumi saat atelit tersebut terbang pada ketinggian 30000 – 64000 km. Data yang pernah diambil sebelumnya pada tahun 1980-an dan 1990-an menunjukan ion yang lepas bergerak semakin cepat pada ketinggian yang lebih tinggi. Dengan demikian diperkirakan ada semacam mekanisme percepatan yang terlibat dan beberapa kemungkinan yang terjadi yang menyebabkan terjadinya perubahan. Dengan data dari Cluster, mekanisme yang berperan dalam sebagian besar proses percepatan bisa diidentifikasi.

Saat ini, lepasnya oksigen dari Bumi bukanlah hal yang harus dikawatirkan. Karena jika dibandingkan dnegan persediaan gas yang mendukung kehidupan di Bumi, jumlah yang lepas tersebut bisa dikatakan sangat kecil. Namun, di masa depan, saat Matahari memasuki masa tuanya dan semakin panas, keseimbangan akan mengalami perubahan dan kehilangan oksigen seperti saat ini akan menjadi hal yang signifikan mempengaruhi kehidupan di Bumi.

Untuk saat ini, Cluster akan terus mengumpulkan data dan memberi pencerahan baru mengenai kompleksnya area magnetik di sekeliling planet biru ini.

Sumber : ESA



Es di Greenland dan Global Warming
September 4, 2008, 1:26 pm
Filed under: penyebab 1

By ivie • May 30th, 2007 at 6:35 pm • Category: Bumi, News



Tahun 2006, Greenland mengalami hari-hari mencairnya salju pada ketinggian yang lebih tinggi dibanding ketinggian rata-rata selama 18 tahun. Hasil pengamatan harian menunjukkan mencairnya salju di lapisan es Greenland mengalami peningkatan setiap harinya.

Monitoring terhadap pelelehan saju di lapisan es Greenland secara harian dilakukan dengan Special Sensor Microwave Imaging radiometer (SSM/I) yang berada di pesawat ruang angkasa Defense Meteorological Satellite Program. Sensor akan mengukur sinyal elektromagnetik yang dipancarkan lapisan es dan mendeteksi lelehan salju yang terjadi lebih dari 10 hari lebih lama dari rata-rata yang terjadi pada area tertentu di Greenland.

Dengan adanya hasil pengamatan satelit secara periodik memberikan data dan informasi yang akan membantu para peneliti untuk mengetahui kecepatan alir glacier, banyaknya air dari salju yang mencair dan bergabung dengan lautan disekitarnya, juga untuk mengetahui seberapa banyak radiasi Matahari yang akan dipantulkan kembali ke atmosfer.

Salju kering dan basah memang terlihat sama jika dilihat untuk pertama kalinya. Tapi salju yang basah dan salju yang mengalami pembekuan kembali, memiliki tingkat penyerapan radiasi sinar Matahari yang lebih tinggi, dan hanya memantulkan 50-60 persen ke atmosfer. Sedangkan salju kering, memantulkan kembali 85 % radiasi Matahari. Dengan kata lain, salju yang meleleh akan menyerap 3-4 kali energi yang sama dibanding salju kering. Ini tentu akan memberi pengaruh yang besar pada persediaan energi di Bumi.

Mencairnya salju di Greenland memberi pengaruh yang sangat besar terhadap luas lapisan es yang terus berkurang dan terhadap tinggi dan dalam lautan diseluruh dunia. Sebagian air yang dihasilkan dari salju yang mencair juga akan mengalir kedalam glacier melalui patahan-patahan dan alur lubang vertikal (moulin), kemudian mencapai lapisan batuan dibawahnya dan melubrikasi (meminyaki, mencairkan) lapisan es diatasnya.

Pengamatan dan studi yang dilakukan sebelumnya oleh Jay Zwally dan Waleed Abdalati dari NASA Goddard menunjukkan, air yang mencair pada musim panas pada dasar lapisan es bisa meningkatkan gerak es dan menyebabkan terjadinya peningkatan level lautan (tinggi dan dalamnya) dengan sangat cepat. Fenomena ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.

NASA.
Gambar skematik permukaan glacial yang mengilustrasikan bagaimana moulins mentransport air ke dasar glacier. credit : NASA.

sumber : NASA

Share/Save/Bookmark

a2a_linkname=”Es di Greenland dan Global Warming”;
a2a_linkurl=”http://langitselatan.com/2007/05/30/es-di-greenland-dan-global-warming/”;