Pemanasan_Global


Produk Daur Ulang Kelapa
September 8, 2008, 7:22 am
Filed under: faktor alam


JAKARTA – Banyak bidang usaha yang bisa dijadikan prospek bisnis. Tak usah melamun tinggi-tinggi jika ingin memulainya. Ambil contoh yang sederhana saja, mendaur ulang buah kelapa untuk dijadikan kerajinan. Ini hal yang amat sepele. Tapi bagi pengusaha kecil yang jeli, kelapa bisa menjadi mesin uang.
Ambil contoh, banyak pengusaha mikro di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta yang membuat kancing dari batok kelapa. Mereka tanpa keluar modal besar mengumpulkan bahan baku (tempurung) dari pasar-pasar dan petani kopra untuk dibuat kancing. Prosesnya mudah namun bernilai jual tinggi.
Di salah satu sudut Pasar Beringharjo, misalnya, terdapat sebuah toko grosir yang spesialis menjual kancing. Salah satu item yang sering dicari adalah kancing batok. Pembelinya kebanyakan pedagang dari seluruh Indonesia. Mereka membeli untuk diperdagangkan kembali. Ada pula pengusaha pakaian yang membutuhkan kancing untuk baju-baju yang berkesan etnik.
Toko tersebut ketika SH menanyakan pada penjaganya beberapa waktu lalu, mengatakan kancing-kancing itu diperoleh dari pengrajin di sekitar Yogyakarta. Warga asingpun sering membeli dalam jumlah banyak untuk dibawa ke negerinya. Menurut penjaga itu, cukup banyak pembeli yang mengorder dalam jumlah ratusan kodi dalam berbagai ukuran untuk diekspor.
Batok kelapanya pun jika digarap dengan sedikit sentuhan seni, akan memiliki nilai tambah. Misalnya dibuat celengan, gelas seloki, dan sebagainya. Telah cukup banyak pengarin kecil yang bermain di batok untuk dibuat produk “antik.”. Untuk mendapatkan hasil yang unik, pengrajin memilih tempurung yang lebih kecil. Biasanya diambil dari jenis kelapa gading yang berbuah kecil.
“Kalau kerajinan yang memakai kelapa biasa (yang batoknya besar), itu sudah lama ada. Contohnya, gayung mandi atau centong (sendok nasi),” sebut Bambang di ujung telpon kepada SH, pekan lalu. Pemasok batok kelapa yang mukim di Yogyakarta, sekaligus juga pengusaha berbagai kerajinan itu menambahkan, untuk memperoleh tempurung kelapa yang kecil, agak sulit di pasar. Sebab kebanyakan buahnya jarang diperjualbelikan seperti halnya kelapa biasa. Jadi untuk mengumpulkan, dia berburu ke penduduk-penduduk yang memiliki kelapa gading.
Menurutnya, ada pengrajin di Jakarta yang menjadi pelanggan tetapnya. Sementara di kota-kota lain, sifatnya tidak tetap. Tiap bulan dia hanya memasok sekitar 500-700 batok ke berbagai kota dan mengaku sebagai satu-satunya pemasok batok kelapa yang memperoleh sampingan ajeg tiap bulan.

Kreatif
Kerajinan yang memanfaatkan buah kelapa sebagai bahan baku dan cukup terkenal adalah Bali. Di sana, para pengrajinnya kreatif dan panjang akal. Maka tak heran jika tercipta ukiran buah kelapa seperti wujud kepala orang atau kera. Produk ini cukup laris sebab turis yang mampir ke Pasar Seni, ada yang menenteng oleh-oleh kelapa berukir tersebut.
Yang unik, sewaktu SH baru-baru ini berkunjung ke Pekan Raya Jakarta 2004, ternyata produk serupa juga dibuat di Sulawesi Utara. Terus terang, daerah tersebut memang memiliki areal tanaman kelapa yang luas. Tetapi tiba-tiba ada produk ukiran – walau sederhana – takjup juga. Di stan Sulawesi Utara, produk kerajinan yang mirip Bali dipajang. Ada perbedaan yang mencolok dengan buatan Bali, yakni buah kelapa yang dipakai dari jenis kelapa kecil.
“Ya, ini buatan salah satu pengrajin di Sulawesi Utara,” ucap penjaga stan sembari menjelaskan bahwa motif ukiran kebanyakan berwujud kakek-kakek berwajah lucu dan seram. Menurutnya, produk ini setelah didaur ulang termasuk yang diburu turis asing karena bentuknya yang unik. Di stan tersebut, “kepala opa-opa” itu dijual Rp 20.000 per buah.
Bahannya adalah kelapa gabuk (yang gagal membesar) dan telah kering. Separuh bagian diukir menjadi wajah dengan semburat serat sabut, sebagai rambutnya. Separuhnya lagi dibiarkan utuh terbungkus sabut. Sayangnya, pengrajinnya tidak ikut ke Jakarta.
Masih banyak bagian dari kelapa yang bisa dimanfaatkan dan bisa menghasilkan uang. Misalnya dibuat menjadi perangkat makan terbuat dari batok. Yang ini, proses pembuatannya lebih sulit karena batok-batok tersebut dipecah-pecah kecil dan disusun kembali seperti membuat mozaik dengan perekat, sehingga menjadi lempengan. Barulah setelah ini dibentuk menjadi benda-benda tertentu, bahkan bisa dibuat lemari atau meja. Pelopornya semula pelaku bisnis mikro di Filipina yang kemudian diikuti Bali, yang juga telah sukses mengekspor ke mancanegara.
(SH/gatot irawan)


Leave a Comment so far
Leave a comment



Leave a comment